Diposting oleh Sebar Brosur Profesional



Sejarah Singkat Bandung Lautan Api

Suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar
200.000penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda
mereka,
meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun kemudian,
lagu “Halo Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring
janji akan kembali ke kota tercinta, yang sekarang telah menjadi lautan api.

*Setelah Proklamasi*
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan
harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela
mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk
melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat
Jepang untuk menjajah kembali Indonesia. Jejak Perjuangan “Bandung Lautan
Api” membawa kita menelusuri kembali berbagai kejadian di Bandung yang
berpuncak pada suatu malam mencekam, saat penduduk melarikan diri,
mengungsi, di tengah kobaran api dan tembakan musuh.Sebuah kisah tentang
harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari para pejuang kita


Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di
Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945.
Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak
dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga
(sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera
Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera
Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda
Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.

Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh
terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945.
Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang
Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945.
Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya
Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk
kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang
rakyat yang tengah menghadapi musibah.

Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan
Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom
daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris
menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin
banyak berjatuhan.

Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan
rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung
dimafaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para
pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah
Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan
perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.

Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil
musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari
itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan
kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari
masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta
bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah
tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang
masih menyala.

Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena
kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar.
Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.
Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar
daya juang rakyat Indonesia.

0 komentar: